Galau hati petani tembakau gegara RUU tembakau
Galau hati petani tembakau gegara RUU tembakau

Galau hati Petani tembakau gegara RUU Kesehatan

Rancangan Undang-undang kesehatan yang mengelompokan tembakau dalam kategori narkotika dan psikotopika sebagai zat adiktif dalam kategori yang sama, hal ini akan menimbulkan polemik baru bagi semua ekosistem industri tembakau di Indonesia.

Sebelumnya RUU ini banyak diperdebatkan oleh berbagai pihak, mulai dari petani, pekerja, hingga konsumen dapat menghadapi hukum yang serius jika rancangan undang-undang kesehatan disahkan dengan pasal-pasal terkait. Dimuat dari laman http://tirto.id Sosiolog Universitas (UNS) Aris arif Mundayat, menjelaskan RUU ini dapat memangkas hak-hak konstitusional para pelaku usaha tembakau samapi para konsumen produk tembakau.

“Konsumen dan produk tembakau bisa tidak terlindungi secara konstitusional, bahkan petani tembakau dapat kehilangan komoditas tembakau jika dipersepsikan sama dengan narkoba oleh aparat hukum. Perlindungan konstituisonal mesitinya harus jelas dan tegas agar tidak ada yang dirugikan”, dalam pernyataanya, kamis (13/4/2023).

Menurut Anzan, sebagai penikmat/konsumen tembakau “merasa terdiskriminatif, karena RUU tersebut akan menghilangkan salah satu peninggalan nenek moyang sekaligus merugikan para penikmat tembakau Indonesia”. Kata dia kepada baracktaste.com (10/06/23)

Rancangan undang-undang tersebut akan cendrung akan diskriminatif, karena berpotensi menimbulkan kriminalisasi bagi petani, pekerja, konsumen dan seluruh ekosistem dalam industri tembakau.

Merujuk dalam draf RUU Kesehatan, pasal 154 ayat (3) berbunyi: zat adiktif dapat berupa:

  • a. Narkotika
  • b. Psikotropika
  • c. Minuman beralkohol
  • d. Hasil tembakau
  • e. Hasil pengolahan zat adiktif lainnya.

 

Dengan ketentuan tersebut jelas akan menimbulkan konsekuensi hukum yang menyamakan proses tembakau dengan narkoba, untuk para pelaku usaha tembakau akan sangat dirugikan.

Sejatinya, secara umum tujuan pembentukan undang-undang adalah mengatur dan menata kehidupan untuk memperoleh kepastian, kemanfaatan, kesejahtraan, dan keadilan dalam kehidupan bermasyarakat.

Aris berpendapat agar RUU kesehatan ini seharusnya dapat memberikan perlindungan konstitusional kepada ekosistem industri hasil tembakau, termasuk juga soal aspek pengendalian tembakau untuk tidak dikonsumsi anak dibawah umur 18 tahun. “akibatnya bisa menjadi buruk terhadap petani tembakau,” sambungnya.

Dengan adanya para pelaku industri tembakau telah memberikan besar penerimaan negara dengan pajak cukainya termasuk mensubsidi BPJS kesehatan.

More Posts

📢 Gambar Banner Berbayar