Tren melinting sendiri semakin berkembang di kalangan anak muda, kini anak muda juga tak lagi malu melinting tembakau.
“Kepingin tingwe karena ternyata melinting tembakau itu asyik, Makin sering, makin asyik juga. Ini seni yang menyenangkan. Terus tembakau itu ternyata banyak variasinya. Banyak anak muda yang jadi asyik mencoba berbagai varian rasa A sama B. Eh, jadinya enak karena bisa memilih rasa yang pas menurut sendiri, teman-temannya lalu mencoba,” kata Rifki kepada Barack Taste.
sebelum jauh kita cerita mari kita simak apasih itu tingwe dan berasal darimana?
kami mencari dan mengambil sumber dari : https://news.detik.com
mari kita simak terlebih dulu
Kata ses ini pula kujumpai dalam buku pelajaran lama yang terbit pada 1948 yang ada di rak buku di rumah. Buku Kembang Setaman 3 yang ditulis AC Deenik dan A. Van Dick (cetakan keempat) itu menampilkan percakapan antara seorang lurah dan mantri. Alih bahasa buku yang diterbitkan NV JB Walters Uitgeversmaaschappij ini dikerjakan Raden Sosragoenda. Pada salah satu penggalan percakapan dalam Bahasa Jawa, Pak Lurah bertanya:
“Kang Mas Mantri pandjenengan sapoenika kok kresa ses….” [Pak Mantri Anda sekarang kok mau merokok….].
Pak Mantri pun menjawab bahwa dia merokok karena terpengaruh tetangganya.
Buku setebal 116 halaman itu kali terbit pada 1927 dan terdapat dua bab yang secara ringkas membahas tembakau di Hindia Belanda mulai dari cara menanam hingga daerah utamanya. Wilayah Kedu, termasuk Magelang, Temanggung, Wonosobo dikenal sebagai penghasil tembakau terbaik. Buku ini juga menceritakan, untuk mencapai wilayah yang disebut terakhir, pada masa itu perlu menggunakan trem atau kereta api dari Muntilan menuju ke Stasiun Parakan, selanjutnya perjalanan dilakukan melalui moda lain.
Kala itu tlatah tersebut mempunyai jalur kereta api yang menghubungkan ke Secang selanjutnya ke Magelang hingga ke Jogja. Jalur Secang-Parakan selesai dibangun Pemerintah Hindia Belanda pada 1907, namun operasional jalur ini resmi dihentikan awal 1970-an. Untuk mencapai wilayah Wonosobo sebagaimana digambarkan dalam buku era kolonial itu harus melintasi jalan berkelok dan dingin, seperti Kledung yang terletak di antara Gunung Sumbing, yang juga menjadi latar novel berbahasa Jawa Ngulandara besutan Margana Djajaatmaja yang diterbitkan Balai Pustaka pada 1920.
Catatan Ong Hok Ham dan Amen Budiman dalam Hikayat Kretek menyebut, berdasarkan tulisan RJL Kassendranger yang terbit pada 1841 tembakau asal Kedu itu merupakan yang terbaik di Pulau Jawa. Kemasyhuran tembakau asal wilayah ini juga menjadi reportase Madjalah Gappri, Gabungan Perserikatan Paberik Rokok Indonesia, edisi 22 Desember 1958. Mohammad Sobary dalam berbagai buku kumpulan kolomnya mengatakan tembakau kawasan ini sebagai terbaik di dunia.
Hadirnya tembakau di daerah berhawa sejuk itu juga diwarnai mitos. Sebagaimana dikisahkan warga Lamuk Legok dan desa lain di lereng Sumbing yang dikenal sebagai tembakau srinthil yang tenar itu. Eva Laily, melalui bukunya Srithil Saujana Lereng Sumbing, merekam tuturan warga soal muasal tembakau ke desa itu yang konon dibawa oleh murid Sunan Kudus yang keturunan Tionghoa, Ma Kuw Kwan.
Dia diangkat murid Sunan Kudus seusai lolos dan melarikan diri dari sergapan pasukan Capiturang. Setelah dinilai mumpuni, dia diberi tugas menyebarkan agama sekaligus mengajarkan bertani di wilayah yang bertanah subur itu. Suatu kali ada warga yang sakit, Sang Kyai pun menyembuhkan dengan tumbuhan yang belum diketahui namanya. Sambil berujar setengah memekik, Ma Kuw Kwan berucap, “Iki tambaku,” yang dalam Bahasa Jawa artinya ini obatku. Dari tambaku supaya lebih singkat kemudian menjadi mbako, sedangkan Ma Kuw Kwan dilidahjawakan menjadi Mukukuhan.
Menyebarnya tembakau sampai ke Hindia Belanda termasuk Pulau Jawa juga dikisahkan AC Deenik dan A. Van Dick. Mereka yakin pohon ini dibawa oleh Bangsa Belanda, sebagaimana disampaikan Thomas Stanford Raffles dalam The History of Java. Namun, Ong Hok Ham dan Amen Budiman sepakat tembakau dibawa ke Jawa oleh Bangsa Portugis. Ini didasarkan pada kata tembako atau bako yang lebih dekat dengan istilah Portugis, tabaco atau tumbaco daripada tabak, kata yang dalam Bahasa Belanda artinya tembakau.
Sebelum dibuat pabrikan, di masa lampau orang menggulung sendiri tembakaunya. Ada yang menggunakan enau, ada pula memakai klobot, daun jagung yang dikeringkan, dan kini menggunakan kertas tipis layaknya kertas rokok pabrikan. Alat penggulungnya pun baik yang sekadar lembar plastik hingga berbahan kayu seperti di pabrik kretek pun tersedia di pasaran. Makin naiknya harga rokok akibat naiknya cukai hampir membuat sebagian orang kembali menggulung sendiri tembakaunya.
Berbagai varian rasa tembakau Barack Taste. Mulai dari rasa yang beraroma melon, durian, leci dan banyak varian rasa lainnya yang membuat kamu bisa pilih sesuai selera kamu sendiri.
So, menurut kamu dengan cuaca yang mendung seperti ini cocoknya rasa apa nih bro hehe?
Barack taste® adalah salah satu unit usaha dibidang tembakau iris yang saat ini sudah memiliki lebih dari 50.000± lebih mitra di indonesia dengan komitmen kami membangun dan mengembangkan setiap mitra.
Kamu akan mendapatkan informasi terupdate tentang barack taste!